Kamis, 09 Desember 2010

Unjuk Rasa Anti Korupsi di Palu Ricuh, 31 Mahasiswa Ditangkap

Andi Indra (9/12/2010) Palu - Aksi unjuk rasa memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia yang dilakukan ratusan mahasiswa tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa Indonesia (Ampibi) Sulteng, akhirnya berujung bentrok dengan aparat keamanan dari Polda. Sebanyak 31 demonstran ditangkap karena diduga sebagai provokator terjadinya kericuhan itu.

Dari 31 demontran itu, beberapa diantaranya mengalami luka karena dikeroyok oleh oknum anggota polisi yang menggunakan pakaian preman. Mereka yang luka itu diantaranya, Albar (22) luka pada bagian pinggul belakang, Suyanto (18) luka sobek pada bagian pipi kanan, Adit (18) luka pada bagian pelipis, dan Jalil (20) luka bagian kepala dan tangan.

Kericuhan itu bermula ketika para demonstran mencoba masuk ke kantor Kejati guna menyampaikan aspirasinya. Namun, rencana mereka dihalang oleh pasukan anti huru-hara yang sudah bersiap di pintu gerbang kantor Adhyaksa itu. Aksi saling dorong pun terjadi. Bahkan pendemo melempari polisi dengan telur busuk.

Aksi tersebut membuat polisi yang melakukan pengamanan melepaskan tembakan peringatan ke udara. Amphibi juga membalas dengan pembakaran ban. Namun, aksi mahasiswa semakin memanas ketika salah seorang intel bergabung dengan pendemo dan melakukan penangkapan terhadap seorang pendemo yang diduga sebagai provokator utama.

Saat itulah, situasi semakin memanas. Aksi kejar-kejaran pun terjadi. Koordinator lapangan aksi Sarinah, yang berada di atas mobil sound memimpin jalannya aksi meminta massa serta mobil sound untuk mundur. Namun, para demonstran semakin beringas melempari aparat kepolisian sehingga terjadi hujan batu.

Penjual es teller yang berada di Jalan Samratulangi, tepatnya depan Bank Indonesia itu pun ikut lari dan menutup sementara jualannya karena takut menjadi sasaran lemparan batu dan tembakan dari aparat kepolisian. Hujan batu yang berlangsung sekitar 10 menit itu pun membuat aparat kepolisian membalas dengan melakukan lemparan dan sebagian lainnya melepaskan tembakan gas air mata. Selain itu, sebagian juga menangkap satu persatu pendemo yang memicu terjadinya tindakan anarkis. Melihat kondisi tersebut, para demonstran pun berlari dan bersembunyi di rumah-rumah warga. Namun, aparat yang menggunakan pakaian preman terus melakukan pengejaran hingga masuk dalam rumah warga.

Wakapolda, Kombes Pol Dewa Parsana, dalam keterangannya saat melakukan diskusi dengan perwakilan mahasiswa dan wartawan di Aula Halim Mina, lantai II Polda, mengaku sangat menyesalkan aksi anarkis yang terjadi pada peringatan hari anti korupsi itu. “Saya sangat menyesalkan. Sejak saya berada di Sulteng, saya catat hampir setiap aksi tidak ada yang berjalan dengan mulus. Semuanya pasti ada masalah yang berbau anarkis,”ujarnya.

Padahal, menurut perwira tiga melati, alangkah baiknya jika aksi-aksi semacam itu dilakukan dengan damai sehingga penyampaian aspirasinya bisa diterima dengan baik. Selain itu, jika aksi yang dilakukan selalu anarkis, maka tidak akan ada manfaatnya karena aspirasi dari para pengunjuk rasa tidak akan diterima dengan baik bahkan tidak sampai pada tujuannya. Olehnya, Dewa Parsana meminta kepada para perwakilan mahasiswa tersebut agar kedepan, aksi unjuk rasa bisa berjalan lebih damai sehingga penyampaian aspirasinya lebih baik kepada sasaran yang ditujukan. Anarkis, kata Dewa, janganlah menjadi target dalam setiap aksi seperti di daerah lain. “Sangat baik penyampaian aspirasi itu dilakukan sesuai koridor hukum,”ujarnya.

Pada kesempatan itu, Dewa Parsana juga menambahkan, ke depan pihaknya akan segera melakukan upaya sosialisasi prosedur tetap (Protap) dalam pelaksanaan pengamanan aksi. Selain itu, juga membangun kesepakatan dengan para elemen mahasiswa maupun LSM agar dalam aksinya bisa menghindari tindakan-tindakan yang berbau anarkis. “Kesepakatan ini nantinya akan menjadi pedoman polisi dan pegangan bagi pengunjukrasa khususnya dalam proses penyelesaian jika terjadi tindakan-tindakan anarkis baik dari aparat keamanan maupun pendemo itu sendiri,” tandas Dewa Parsana.

HARUS TANGGUNGJAWAB!

Terkait dengan rusaknya beberapa peralatan aksi seperti sound system dan mobil sound yang dirusak oleh aparat kepolisian saat terjadi kericuhan, para demonstran meminta agar pihak kepolisian bertanggungjawab. “Peralatan aksi kami telah telah dirusak oleh aparat kepolisian. Lantas bagaimana pertanggungjaabannya,”ujar Jalil, salah seorang perwakilan mahasiswa yang menjadi korban pemukulan dari aparat.

Soal apa yang sudah dialami oleh teman-teman yang mendapat tindakan anarkis dari polisi, kata Jalil tidak usah dipersoalkan, tapi bagaimana dengan peralatan aksi yang dirusak oleh polisi sebab peralatan tersebut juga merupakan barang yang disewa oleh para demonstran untuk menegakkan hukum di daerah ini.

“Terus terang kami tidak punya uang untuk menanggulangi kerusakan mobil sound dan sound system itu. Jadi, kami minta bagaimana pertanggungjawaban polisi,”ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Sulteng, Henri K Wulur, langsung menyikapi dengan menyatakan kesediaan DPRD untuk menangani soal peralatan aksi yang rusak dalam insiden itu. “Kalau soal kerusakan, nanti kami yang menanganinya. Khususnya kerusakan terhadap sound system dan mobil sound,”ujarnya.

Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sulteng, Iwan Lapasere menanggapi soal aksi unjukrasa mengatakan, aksi demo anarkis tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah. Ia juga tidak sependapat jika para mahasiswa melempar batu saat aksi. Karena pengalaman sebelumnya, ada wartawan yang terkena lemparan itu.

“Ada beberapa wartawan pada demo sebelumnya terkena lemparan. Siapa yang bertanggungjawab ini?. Saya pikir, sebaiknya aksi unjukrasa dilakukan secara damai,” singkat Iwan. Usai diskusi antara Polda, mahasiswa dan wartawan, 31 mahasiswa yang diamankan dipulangkan.**


Tidak ada komentar:

Posting Komentar