Kamis, 13 Januari 2011

Menyambung Hidup dari Sampah di Jalanan

Bagi sebagian kita, kemasan gelas plastik mungkin tak lagi berarti setelah airnya habis dikonsumsi. Namun, bagi pemulung, itu adalah berkah untuk bertahan hidup beberapa hari lagi.

Oleh : Andi Indra


Amatan media ini, disejumlah sudut kota selalu terlihat kaum miskin kota di pinggiran jalan. Selain itu, dibeberapa tempat strategis lainnya seperti pusat perbelanjaan seperti BNS, Golden Roti, juga terlihat orang-orang miskin mulai dari kalangan anak usia dini, sampai orang tua.

Mereka yang sudah memiliki anak dan tinggal memiliki keluarga terpaksa mengikutkan anaknya untuk turun mengais rezeki mencari plastic-plastik bekas seperti gelas aqua, untuk dikumpulkan kemudian dijual pada penada. Tak tanggung-tanggung, dua orang anak yang sangat kecil bahkan ikut memulung. Kondisi tersebut seharusnya menjadi perhatian khusus dari pemerintah.

Di era otonomi daerah, tuntutan kesejahteraan masyarakat merupakan tanggungjawab yang harus dipenuhi. Anak-anak usia dini yang tidak seharusnya turun tangan mencari plastic atau meminta-minta justru terbiarkan dimana-mana.

Kondisi itu terlihat di Jalan Kartini, setiap saya melintas di jalan tersebut, selalu saja terlihat seorang ibu dengan dua orang anaknya membawa dua buah karung yang berisi plastik bekas. Disaat panas matahari mencekam, ia terpaksa berteduh dibawah sebuah pepohonan. Anaknya, yang masih kecil dibaringkan dengan menggunakan alas sarung.

Dibeberapa tempat lain, para pemulung juga memanfaatkan acara-acara keramaian seperti ketika terjadi demonstrasi. Mereka datang dan memanfaatkan moment tersebut untuk memungut gelas aqua bekas dari para demonstrasi. Bukan hanya itu, di kampus Untad, juga terlihat banyaknya pemulung. Kampus tersebut dianggap sebagai lahan untuk mengumpulkan gelas-gelas aqua sebanyak-banyaknya.

Marni (45), salah seorang pemulung di kota ini yang tinggal di lorong bakso mengaku dirinya memulung untuk menyambung hidup bersama dua orang anaknya. Meski harga gelas aqua terbilang murah untuk kondisi perekonomian sekarang, namun Marni tetap eksis setiap harinya mencari plastic bekas.

Ia mengaku dalam satu hari, ia bisa mengumpulkan hingga satu hingga dua karung. Hasilnya dikumpul selama satu bulan kemudian dijual kepada penada. Dalam satu bulan, Marni biasa mendapatkan hasil mulai dari Rp 60 ribu dan paling banyak Rp 120ribu.

“Harganya Rp3000 per kilo. Jadi kalau 10 kilo, berarti Rp30ribu. Biasa dalam satu bulan dapat sampai R120 ribu,”ujarnya saat dijambangi media ini.

Ketika saya berbicang-bicang tentang kondisi kehidupannya, ia bercerita tentang kesulitan ekonominya. Penghasilannya yang tidak menentu. Meski demikian, Marni mengaku tidak putus asa dalam menjalani kehidupan yang serba apa adanya. Kadang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, kadang juga kekurangan.

Tapi ia bercerita dengan ringan saja sepertinya kehidupan seperti itu adalah biasa, ia tidak seperti memikul beban berat. ***

1 komentar: